Jambidalamberita.id, JAKARTA - Bayangkan hidup bertahun-tahun di bawah bayang-bayang kematian. Inilah kenyataan kelam yang dialami ratusan narapidana di Indonesia yang menunggu eksekusi mati tanpa kejelasan waktu.
Data terbaru Kementerian Hukum dan HAM mengungkapkan, sekitar 500 narapidana kini masih menanti waktu pelaksanaan hukuman mati mereka. Ironisnya, hingga saat ini belum ada aturan pasti yang mengatur kapan eksekusi tersebut harus dijalankan.
Salah satu contohnya terjadi di Jambi, di mana tiga terpidana kasus pembunuhan terhadap warga Suku Anak Dalam (SAD) sudah divonis mati sejak 2003, namun belum dieksekusi hingga kini.
Situasi ini, menurut Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham, Dhahana Putra, menjadi permasalahan serius.
“Bisa dibayangkan, terpidana mati tidak tahu kapan akan dieksekusi. Ini penantian luar biasa yang menjadi masalah besar,” ujarnya dalam Webinar Uji Publik RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, Jumat (31/10/2025).
RUU Baru Siap Didorong ke DPR
Pemerintah kini tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, yang akan segera diajukan oleh Presiden Prabowo Subianto ke Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Dalam RUU tersebut, disebutkan bahwa pelaksanaan hukuman mati tidak boleh lebih dari 30 hari kerja sejak penetapan pelaksanaan putusan. Artinya, setelah vonis berkekuatan hukum tetap, proses eksekusi harus segera dilakukan tanpa menunggu bertahun-tahun lagi.
“Eksekusi akan dilakukan di tempat tertutup dan terbatas, diupayakan di lokasi di mana terpidana menjalani pembinaan,” tambah Dhahana.
Prosedur Eksekusi Lebih Transparan dan Terukur
RUU juga mengatur bahwa pemberitahuan eksekusi wajib disampaikan kepada berbagai pihak, mulai dari keluarga terpidana, Presiden, MA, advokat, hingga Komnas HAM.
Setelah pemberitahuan diterima, Presiden memiliki waktu 90 hari kerja untuk memberikan keputusan. Bila tidak ada perubahan dalam jangka waktu tersebut, maka usulan eksekusi otomatis dianggap sah secara hukum.