Jambidalamberita.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan kronologi penetapan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) era Menteri Hanif Dhakiri, Hery Sudarmanto (HS), sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan bahwa nama Hery belum muncul pada tahap awal penyidikan sehingga tidak termasuk dalam delapan tersangka pertama yang diumumkan sebelumnya.
“Dari dugaan awal kami, nama HS belum muncul. Namun setelah dilakukan serangkaian upaya paksa seperti penggeledahan dan penyitaan, baru ditemukan bukti-bukti permulaan yang mengarah kepadanya,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/11).
Ia menjelaskan, bukti baru yang dikumpulkan penyidik menunjukkan adanya peran Hery Sudarmanto dalam praktik pemerasan tersebut. Berdasarkan bukti yang cukup, KPK kemudian menaikkan status penyelidikan ke tahap penyidikan dan menetapkannya sebagai tersangka setelah dilakukan ekspose internal.
Sebelumnya, pada 5 Juni 2025, KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus serupa, yakni Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad, yang merupakan aparatur sipil negara di lingkungan Kemenaker.
Menurut KPK, para tersangka diduga memeras perusahaan yang mengurus RPTKA sepanjang 2019–2024, atau pada masa kepemimpinan Menteri Ida Fauziyah. Dari praktik tersebut, para pelaku diduga mengumpulkan uang mencapai Rp53,7 miliar.
RPTKA sendiri merupakan dokumen wajib bagi tenaga kerja asing (TKA) agar dapat bekerja secara sah di Indonesia. Tanpa RPTKA yang diterbitkan Kemenaker, izin kerja dan izin tinggal tidak bisa diproses, dan perusahaan pengguna TKA dapat dikenai denda Rp1 juta per hari. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan para tersangka untuk meminta sejumlah uang kepada pihak pemohon.
Lebih jauh, KPK menduga praktik serupa telah berlangsung sejak periode Abdul Muhaimin Iskandar (2009–2014), berlanjut pada masa Hanif Dhakiri (2014–2019), dan terakhir di era Ida Fauziyah (2019–2024).