Jambidalamberita.id, Jambi- Pantai Aurduri, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi, pada Kamis 14 Agustus 2025 berubah semarak dengan warna-warni puluhan layang-layang tradisional.
Festival yang digelar untuk pertama kalinya oleh Pemerintah Kota Jambi ini berhasil menarik ratusan warga untuk menikmati suasana, sekaligus ikut menerbangkan layangan berbagai bentuk unik mulai dari burung, pocong, hingga model khas yang mengeluarkan bunyi nyaring saat mengudara.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Jambi, Mariani Yanti, mengungkapkan bahwa festival ini diikuti 78 peserta dari berbagai kalangan, baik anak-anak maupun orang dewasa.
“Ini kali pertama festival layang-layang tradisional diadakan di Kota Jambi, sekaligus untuk memeriahkan HUT RI ke-80.
Antusiasme masyarakat sangat luar biasa, dan kami berencana menjadikannya agenda tahunan,” ujarnya.
Peserta tak hanya datang dari Kota Jambi. Yanto, warga Petaling, Kabupaten Muaro Jambi, turut serta membawa layangan kreasinya yang diberi nama Blec Spider.
Layangan ini dikerjakan selama satu minggu dengan sulaman khusus agar tampil lebih menarik.
“Kami ingin ikut meramaikan festival ini. Selain hiburan, ini juga ajang menunjukkan kreativitas,” tuturnya.
Di tengah kemeriahan, festival juga menjadi panggung penyampaian aspirasi. Sebuah layangan berukuran besar bertuliskan “Tolak Stockpile Batu Bara Milik PT SAS” tampak menghiasi langit Aurduri, mengirim pesan tegas terkait isu lingkungan.
Direktur WALHI Jambi, Oscar Anugrah, menyatakan bahwa keikutsertaan mereka dalam festival adalah bentuk dukungan pada kegiatan Pemkot sekaligus peringatan agar pemerintah berpihak pada masyarakat.
“Layang-layang ini simbol suara rakyat. Meski kita telah merdeka dari penjajahan asing, warga belum merdeka dari ancaman lingkungan kotor yang membahayakan kesehatan.
Kami mendesak Gubernur dan Wali Kota Jambi bersikap tegas membela rakyat, bukan pemodal perusak lingkungan,” tegasnya.
Ketua Barisan Perjuangan Rakyat (BPR), Rahmat Supriadi, menambahkan bahwa Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) milik PT SAS berada di kawasan padat penduduk dan melanggar Perda RTRW.
“Wilayah TUKS harus segera disegel, dan seluruh aktivitas perusahaan dihentikan.
Pemerintah harus serius melindungi rakyat, khususnya warga Aur Kenali, Mendalo Darat, Mendalo Laut, Penyengat Rendah, dan wilayah sekitar,” ujarnya.