JambiDalamBerita.id — Selat Hormuz kembali menjadi sorotan dunia. Jalur laut strategis yang memisahkan Iran dan Uni Emirat Arab ini tengah berada di ambang krisis geopolitik, usai Parlemen Iran menyetujui rencana penutupannya. Langkah ini diambil sebagai respons atas serangan militer Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran.
Selat Hormuz adalah selat sempit sepanjang 54 kilometer di titik tersempit yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman. Setiap hari, sekitar 15 kapal tanker melintasi jalur ini, membawa hingga 20 juta barel minyak mentah setara dengan hampir 20% dari total konsumsi minyak dunia.
Negara-negara produsen utama seperti Arab Saudi, Kuwait, Irak, Iran, dan UEA bergantung pada selat ini untuk menyalurkan ekspor energinya. Maka tak heran, gangguan sedikit saja di wilayah ini dapat mengguncang pasar global.
Pada Minggu, 22 Juni 2025, parlemen Iran resmi menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz. Langkah ini dipicu serangan udara AS terhadap fasilitas nuklir strategis Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan sehari sebelumnya, di tengah konflik bersenjata yang terus memburuk antara Iran dan Israel.
Setelah serangan AS, analis memperingatkan kemungkinan skenario yang melibatkan gejolak pasar lebih lanjut. Oxford Economics mengatakan bahwa jika ekspor minyak Iran dihentikan atau Selat Hormuz ditutup, harga minyak mentah Brent dapat melonjak hingga $130 per barel yang menimbulkan risiko inflasi yang signifikan dan mengancam pertumbuhan ekonomi global.di kutip dari TehranTimes
Penutupan atau gangguan di Selat Hormuz berpotensi memicu gejolak ekonomi global. Berikut beberapa konsekuensi strategisnya:
Lonjakan Harga Minyak, Ketidakpastian pasokan akan mendorong harga minyak mentah melonjak tajam di pasar dunia.
Gangguan Rantai Pasok: Distribusi energi dan barang akan melambat, berdampak pada industri dan logistik global.
Risiko Inflasi Global: Kenaikan harga energi bisa memicu inflasi di banyak negara, memperburuk krisis ekonomi yang sedang berlangsung.
Ketegangan Politik dan Sosial: Kelangkaan bahan bakar dapat memicu keresahan sosial hingga instabilitas politik di negara pengimpor energi.
Setelah serangan AS, analis memperingatkan kemungkinan skenario yang melibatkan gejolak pasar lebih lanjut. Oxford Economics mengatakan bahwa jika ekspor minyak Iran dihentikan atau Selat Hormuz ditutup, harga minyak mentah Brent dapat melonjak hingga $130 per barel—yang menimbulkan risiko inflasi yang signifikan dan mengancam pertumbuhan ekonomi global.