Jambidalamberita.id – Publik sempat bersorak lega saat kabar penghapusan tunjangan perumahan anggota DPR RI senilai Rp50 juta per bulan resmi diberlakukan mulai 31 Agustus 2025.
Namun, euforia itu tak bertahan lama. Tak lama berselang, muncul kabar mengejutkan: dana reses anggota DPR justru naik drastis dari Rp400 juta menjadi Rp702 juta per tahun.
Kenaikan hampir dua kali lipat ini sontak mengundang tanda tanya besar dari masyarakat. Jika sebelumnya publik memuji langkah “penghematan” DPR, kini banyak yang menilai keputusan tersebut tak ubahnya seperti “prank berjamaah” terhadap rakyat.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa peningkatan dana reses tersebut bukan berasal dari usulan para anggota dewan, melainkan dari Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI. Menurutnya, penyesuaian dilakukan karena adanya penambahan titik daerah pemilihan (dapil) serta kenaikan indeks harga kegiatan dibandingkan periode 2019–2024.
“Yang mengusulkan penambahan indeks dan titik bukan anggota DPR, tetapi kesetjenan. Sekarang disesuaikan dengan jumlah titik dan harga-harga yang meningkat, makanya naik jadi Rp702 juta,” ujar Dasco.
Ia menegaskan, dana tersebut digunakan untuk kegiatan menyerap aspirasi masyarakat di dapil, bukan untuk kepentingan pribadi para anggota dewan. “Reses tidak dilakukan setiap bulan, hanya empat sampai lima kali dalam setahun, tergantung padatnya agenda,” tambahnya.
Namun, penjelasan itu tidak serta merta menenangkan publik. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, justru menyebut kebijakan ini sebagai “plot twist politik terbaik tahun 2025”.
“Baru saja rakyat bangga karena DPR rela kehilangan tunjangan rumah Rp50 juta per bulan, eh sekarang muncul dana reses Rp702 juta per orang. Ini seperti ‘hilang satu tumbuh seribu’,” kata Lucius, dikutip dari Kompas.com, Minggu (12/10/2025).
Lucius menilai publik seolah dijadikan bahan candaan politik. Ia menyebut DPR “membuat rakyat senang dulu” dengan pencabutan tunjangan rumah, lalu diam-diam menambah anggaran lain yang nilainya jauh lebih besar.
“Sekarang kita paham kenapa enggak ada yang bersedih saat tunjangan rumah dihapus. Ternyata ada ‘hadiah hiburan’ yang nilainya berkali-kali lipat,” sindirnya.
Selain besarnya nilai, transparansi penggunaan dana reses juga disorot tajam. Lucius menilai, laporan pertanggungjawaban kegiatan reses sering kali tidak jelas dan hanya bersifat formalitas administratif.
“Kegiatan reses seolah hanya jadi momen menambah pundi-pundi pribadi ketimbang menyerap aspirasi rakyat. Pertanggungjawabannya pun kabur seperti hantu,” ujarnya satir.