JambiDalamBerita.Id, Kota Jambi – Sebanyak tujuh orang terduga pelaku pencurian di kawasan perkebunan kelapa sawit diamankan oleh Kepolisian Daerah (Polda) Jambi dalam beberapa waktu terakhir. Penangkapan tersebut memicu langkah hukum dari pihak keluarga, yang kemudian mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jambi.
Permohonan tersebut diajukan oleh Amin Pra, S.H., selaku kuasa hukum keluarga para terduga pelaku. Dalam keterangannya kepada awak media pada Selasa (15/4/2025), Amin menyayangkan ketidakhadiran pihak Termohon, yaitu Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jambi, dalam sidang praperadilan dengan nomor perkara 3/PraPid/2025/PN.Jambi.
“Penundaan Sidang Praperadilan merupakan sesuatu yang tak diinginkan oleh Pihak Pemohon, meski demikian pihaknya kini siap menghadapi apapun yang terjadi seperti untuk mengugurkan permohonan praperadilan dengan cara melimpahkan perkara Pokok untuk diproses di Pengadilan,” ujar Amin usai mengikuti persidangan.
Amin menjelaskan, kasus ini bermula ketika seseorang bernama Julherman meminta bantuan sejumlah warga sekitar untuk memanen kelapa sawit di kebun yang diakuinya sebagai milik pribadi. Para pekerja dijanjikan upah sebesar Rp100 ribu per hari dan dibekali surat pernyataan yang menyebut bahwa lahan sawit tersebut merupakan milik Julherman.
Namun tak lama setelah proses panen berlangsung, sepuluh warga yang bekerja di kebun tersebut diamankan oleh aparat Polda Jambi atas tuduhan mencuri sawit di atas lahan yang diklaim milik pelapor bernama Romi.
“Terlepas dari siapa pemilik sah lahan tersebut, warga yang bekerja berdasarkan perintah dan surat pernyataan dari Julherman tidak sepatutnya langsung diperlakukan sebagai pelaku pencurian. Mereka hanya pekerja upahan,” jelas Amin.
Menurut informasi yang beredar di kalangan masyarakat Kabupaten Tebo, lokasi kebun sawit tersebut merupakan bagian dari lahan seluas 623,49 hektar milik PT. Persada Alam Hijau (PAH) yang saat ini tengah disengketakan oleh Koperasi Unit Desa Olak Gedang Melako Intan (KUD OGMI) di bawah pimpinan Nasrun dan kawan-kawan. Mereka mengklaim lahan tersebut sebagai milik masyarakat adat setempat.
“Fakta lainnya, lokasi kejadian bukan berada di atas lahan pribadi pelapor, melainkan berada di atas tanah yang diduga merupakan milik bersama anggota KUD OGMI,” tambah Amin.
Lebih lanjut, kuasa hukum menilai tindakan penyidik Polda Jambi dalam menetapkan para terduga pelaku sebagai tersangka melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 21 ayat (3) KUHAP. Ia juga menyebut bahwa surat penangkapan dan penahanan tidak diberikan kepada pihak keluarga, yang hingga kini belum mengetahui secara pasti pasal yang dikenakan dan siapa pelapor sebenarnya.
Menanggapi polemik ini, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jambi, Kombes Pol. Manang Soebeti, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp pada Selasa (15/4/2025), mengatakan bahwa pihaknya menghormati langkah hukum yang ditempuh keluarga.
“Nggak apa apa dilaporkan itu hak tersangka untuk mengajukan Praperadilan. Tinggal nanti dibuktikan saja dalam persidangan untuk para tersangka juga masih dalam proses penyidikan lebih lanjut,” ujar Kombes Pol Manang Soebeti.
Perkembangan selanjutnya terkait sidang praperadilan ini akan menjadi sorotan, terutama menyangkut keabsahan penetapan tersangka serta hak-hak hukum para pekerja yang diduga menjadi korban salah tangkap dalam konflik agraria yang kompleks.