Jambidalamberita.id, Jambi– Dinas Kesehatan Kota Jambi menilai bahwa stigma negatif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC) masih menjadi tantangan besar dalam upaya pengendalian dan penemuan kasus di daerah tersebut.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinkes Kota Jambi, Rini Kartika, menjelaskan bahwa persepsi keliru masyarakat—mulai dari rasa malu hingga kekhawatiran akan dikucilkan—membuat sebagian warga enggan memeriksakan diri, sehingga menyulitkan proses deteksi dini.
TBC merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang menyerang berbagai organ tubuh, terutama paru-paru, dan menyebar melalui udara.
Selain stigma sosial, Dinkes juga menghadapi kendala teknis, yakni pasokan cartridge pemeriksaan tes cepat molekuler (TCM) yang tidak stabil. Padahal, alat tersebut sangat dibutuhkan untuk diagnosis TBC yang cepat dan akurat, termasuk mendeteksi resistensi terhadap obat Rifampisin.
"Ketersediaan cartridge TCM masih belum berkesinambungan, ini tentu menghambat proses penanganan," ujar Rini.
Ia menambahkan, penanganan TBC tidak bisa hanya mengandalkan intervensi medis. Aspek kesehatan berkontribusi sekitar 25 persen, sementara 75 persen lainnya dipengaruhi faktor non-medis seperti perbaikan gizi, kualitas lingkungan, rumah sehat, serta edukasi kepada masyarakat.
Untuk memperkuat sistem penanggulangan, Dinkes Kota Jambi menggunakan aplikasi Sistem Informasi TBC (SITB) sebagai standar pencatatan dan pelaporan. Selain itu, skrining TBC juga diintegrasikan ke dalam layanan Cek Kesehatan Gratis (CKG) melalui aplikasi CKG untuk memperluas penemuan kasus.
Pemerintah daerah berharap langkah kolaboratif tersebut mampu meningkatkan deteksi dini, mempercepat penanganan, dan menekan angka penularan TBC di Kota Jambi. (*)