JambiDalamBerita.id, SUNGAI PENUH – Keberadaan Villa Bukit Diza yang terletak di kawasan Sungai Jernih, Kota Sungai Penuh, tengah menjadi perhatian publik. Villa yang telah melakukan soft opening sejak 28 Maret 2025 itu diduga belum mengantongi izin resmi berupa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), yang sebelumnya dikenal sebagai IMB.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa villa tersebut berdiri di zona pemukiman berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sungai Penuh. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pengelola dalam proses pengurusan izin.
Desakan Tindakan Tegas dari Masyarakat
Yudi, perwakilan dari Forum Peduli Daerah, menegaskan bahwa jika bangunan tersebut belum memiliki izin PBG, maka seluruh aktivitas operasionalnya berpotensi melanggar aturan yang berlaku dan merugikan kepentingan daerah dikutip dari sekatojambi.com. Ia mendesak Pemerintah Kota Sungai Penuh untuk bertindak cepat dan tidak membiarkan pelanggaran ini berlarut-larut.
“Pemilik telah melanggar Perda karena tidak memiliki izin PBG. Pemerintah harus segera bertindak tegas. Jangan sampai daerah dirugikan karena kelalaian ini,” tegas Yudi.
Sunardi, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Sungai Penuh, saat dikonfirmasi mengungkapkan bahwa hingga kini pihaknya belum menerima permohonan penerbitan PBG dari pengelola Villa Bukit Diza.
“Sampai saat ini belum ada permohonan izin PBG yang masuk ke DPMPTSP. Sesuai prosedur, permohonan harus diawali dengan rekomendasi dari Dinas PUPR,” terang Sunardi.
Hal serupa juga disampaikan oleh Dede, Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kota Sungai Penuh, yang menyebutkan belum menerima dokumen terkait pembangunan villa tersebut. Ia menduga, kemungkinan besar proses awalnya masih berada di Bidang Tata Ruang.
“Kalau di Cipta Karya belum ada. Bisa jadi prosesnya masih di Tata Ruang karena di sanalah tahapan awal pengurusan izin,” ujarnya.
Teguh, Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Kota Sungai Penuh, turut membenarkan bahwa lokasi villa berada di kawasan pemukiman. Meski begitu, menurutnya, pemanfaatan kawasan pemukiman untuk usaha seperti penginapan tetap memungkinkan, namun dengan persyaratan ketat.
“Secara aturan, boleh saja dijadikan tempat usaha asalkan memenuhi sejumlah syarat seperti luas lahan tertentu dan penyediaan ruang terbuka hijau,” jelas Teguh.